Selasa, 25 Januari 2011

Selasa, 25 Januari 2011 , 04:44:00
Persib Terancam Laga Usiran


RUSUH: Kericuhan saat pertandingan Persib Bandung melawan Arema Indonesia di Stadion Siliwangi Bandung, Minggu (23/1).



BANDUNG–Persib Bandung bakal terancam laga usiran, menyusul kerusuhan saat menjamu Arema Indonesia di Stadion Siliwangi, Bandung, Minggu (23/1) malam. Sekretaris Panpel Budi Bram tidak menampik ancaman tersebut, dan mengaku kecewa dengan ulah
oknum bobotoh yang tidak terkendali.
“Jelas akan rugi, bobotoh pun mungkin tidak bisa nonton di stadion. Apalagi kalau sanksinya lebih berat, yang rugi semuanya. Terus terang kita sangat menyayangkan ulah oknum suporter itu” ujar Budi Bram saat ditemui di Kantor PT. Persib Bandung Bermartabat
(PT PBB), Jalan Sulanjana, Bandung, kemarin (24/1).
Panpel sendiri siap menanggung segala bentuk kerusakan yang ditimbulkan oleh oknum bobotoh di dalam Stadion Siliwangi pasca pertandingan. Pasalnya hal itu bagian dari nota kesepahaman (MoU) antara panpel dan Kodam III Siliwangi. Di mana jika ada kerusakan, merupakan tanggungjawab panpel.
“Dari pihak pemilik Stadion Siliwangi belum memberikan rincian kerusakannya ke kami. Tapi Pak Umuh (Muhtar) sebagai Dirut PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) akan mengganti segala kerusakan stadion,” tandasnya.
Sementara, Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Jaya Subriyanto mengatakan dalam insiden tersebut, Kepala Bagian Operasional Polrestabes Bandung AKBP Daniel Y Katiandagho terluka dipelipis dan harus dijait. “Kabag Ops terluka di pelipis kiri hingga
harus mendapat sekitar 4 jahitan,” ujarnya saat ditemui wartawan di Mapolrestabes Bandung, Senin (23/1).
Jaya menuturkan saat timbul insiden kericuhan terjadi, Daniel sedang berniat untuk menenangkan emosi para bobotoh.
“Posisinya dia (Daniel) di bawah, yang melempar di atas. Banyak sekali penonton, jadi belum bisa dipastikan siapa orangnya. Begitu pun pengrusakan itu, kondisinya ramai. Tapi, kami tengah selidiki,” tutur Jaya. Terkait perizinan pertandingan Persib selanjunjutnya, Jaya belum bisa memastikan. Pasalnya, sampai saat ini pihak kepolisian belum bertemu dengan pihak manajemen Persib maupun panitia penyelenggara pertandingan.
“Kami belum bertemu dengan manajemen maupun panitia pertandingan. Kronologis kejadiannya kan harus jelas dulu. Diizinkan atau tidaknya, akan kami tinjau kembali. Bisa saja pertandingan tetap berlangsung di Siliwangi tapi tanpa penonton,” pungkasnya. (dhi/ytn)

Minggu, 23 Januari 2011

www.radarsukabumi.com


 
 
Beginilah dokumen Pendopo tempat tinggal Bupati Cianjur dari masa ke masa sehingga jadi Pendopo Bupati seperti saat ini.(FOTO:DOK IST/RADAR CIANJUR)
Seiring perubahan zaman, tak semua warga asli Cianjur mengetahui sejarah berdirinya Kabupaten Cianjur. Maka perlu dibuka bagaimana babat Cianjur yang berawal dari munculnya Raden Wiratanu putra RA Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang 2 Juli 1677, hingga membuka jadi Kabupaten Cianjur saat ini. RIKI RIZKI, Cianjur CIANJUR Sudah berusia ke 333 tahun (12 Juli 1677-12 Juli 2010). Pada usianya yang sudah termasuk tua itu banyak peninggalan-peninggalan masa lalu yang bisa dikenang. Berdasarkan Babad Cianjur, terguar sejak tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber-sumber tertulis, sejak tahun 1614 M di daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram, sekitar tanggal 2 Juli 1677, Raden Wiratanu putra RA Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kekuasaanya di nusantara. Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda/VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I. Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda/VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 2 Juli 1677. "Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya," kata Budayawan Cianjur Abah Ruskawan, ketika mengguar sejarah awal Cianjur. Menurutnya, pada pertengahan abad ke-17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru di pinggir sungai untuk bertani dan bermukim di tempat tinggi. Babakan atau kampung mereka namakan menurut nama sungai. Di mana pemukiman itu berada di sekitar Cikundul dan Cikalongkulon. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Agama Islam. "Sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk agama Hindu," sebut Abah. Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).(**)